[Cerpen] Takkan Terulang
source: kumpulandoa1.blogspot.co.id
Dua orang insan saling beradu pandang. Mereka tengah
duduk berdua di sebuah kafe kecil di dekat sebuah pantai. Kali ini adalah
pertengahan bulan, tepat dimana bulan purnama sedang masyhur terlukis di
angkasa malam. Suara debur ombak terdengar sedikit keras menabrak karang.
Mereka berdua terdiam dalam suasana yang masih canggung. Sesekali mencuri
pandang, lantas langsung menatap lampu remang yang tergantung di pintu masuk
kafe tersebut untuk mengalihkan pandangan.
“Kamu kenapa diam?” Suara perempuan itu perlahan
memecah keheningan, mencoba membuka pembicaraan. Kalimat tanya itu tak dijawab
langsung, hanya sekedar anggukan dari lelaki yang kini persis berada di
depannya. Bibir lelaki itu seakan terbungkam karena suatu alasan, wajahnya
sendu.
“Ada masalah apa kamu mengajakku kemari untuk bertemu?”
Lelaki itu berujar pelan, menghela nafas setelah hening beberapa detik yang
lalu.
Kini giliran si perempuan yang kini terdiam membisu,
menggerak-gerakkan pipet yang ada didepannya. Dari raut wajahnya ia terlihat
seperti mencari-cari alasan atau lebih tepatnya ia sedang menyusun kalimat yang
akan ia sampaikan.
“Kamu masih ingat hari ini?” Ujar perempuan itu
sedikit bergetar menahan perasaan. Masih tanpa jawaban, lelaki itu tetap
terdiam. Nafasnya kian sesak, raut wajahnya kian menunjukkan kegelisahannya.
Baca juga: Cerpen - Penjelma Pingkan
Ini adalah malam tepat setahun mereka berpisah.
Perpisahan itu bukan perkara sederhana yang terjadi diantara mereka. Itu adalah
kenangan rumit dan menyakitkan, terutama bagi lelaki itu. Pantas, ia seperti
enggan berada di tempat ini lagi bersama mantan kekasihnya. Tapi sebaik apapun
sebuah perpisahan, pasti akan menyisakan kesedihan didalam hati.
Sisa-sisa luka yang tertoreh di dinding hati lelaki
itu masih membekas, ia merasa seperti tergiris jika mengenang kembali
perpisahan itu. Perpisahan yang tidak pernah ia kehendaki untuk terjadi.
“Aku minta maaf, aku sadar kalau kamu satu-satunya
yang bisa mengerti aku lebih dari siapapun. Aku ingin memperbaiki semua yang
telah terjadi.” Perempuan itu sedikit terisak, bulir airmata yang bening itu
perlahan menetes dari kedua mata perempuan itu.
Lelaki itu menggerakkan tangannya perlahan, menyeka
lembut airmata perempuan itu. Perempuan yang pernah mengisi hatinya di masa
lalu. Wajah lelaki yang tadinya risau, berubah menjadi lebih tenang dan sedikit
terbawa suasana.
Kenangan-kenangan bersama perempuan itu terputar
kembali dalam ingatan lelaki tersebut. Saat-saat indah mereka berdua, terutama
ketika ia memberikan kado istimewa kepada perempuan tersebut, sebuah boneka
warna pink dan sekotak cokelat manis tepat di ulang tahunnya yang kedua puluh.
Hingga pada suatu ketika, sosok lain datang. Sosok
yang merusak segala tatanan indah yang telah mereka buat. Perempuan itu
berpaling, keyakinannya gundah hanya karena rasa nyaman sesaat. Perempuan itu
berpikir bahwa sosok yang sekelebat hadir itu adalah pilihan yang lebih baik
dibandingkan lelaki yang tengah duduk bersamanya sekarang.
Baca juga: Cerpen - Lara si Gaun Merah
Perempuan itu berkesimpulan untuk mengakhiri hubungan
mereka, persis di tempat dan di bangku mereka duduk sekarang ini. Semenjak itu,
tak ada kabar dari perempuan itu. Dan dengan tiba-tiba ia muncul lagi di
kehidupan lelaki yang pernah ditinggalkannya tersebut.
“Aku tahu semuanya, kamu nggak perlu minta maaf. Ini
bukan sepenuhnya salah kamu. Aku nggak pernah benci sama kamu, meskipun pada
dasarnya aku sakit karena kepergianmu.” Dengan tegar lelaki itu menjawab,
matanya nanar seolah airmatanya ingin menetes namun sebisa mungkin ia tahan.
“Setahun, itu hal yang nggak mudah untuk kulewati
sendirian. Mungkin kamu nggak pernah tahu seberapa berharganya kamu dalam
hidupku. Aku telah gagal karena membiarkan sesuatu yang berharga itu hilang
tepat didepan mataku. Tapi kamu nggak perlu khawatir, semua akan baik-baik
saja.”
Mendengar pengakuan lelaki itu, perempuan itu semakin
terisak. Ia tak bisa membayangkan betapa beratnya jika berada diposisi lelaki
itu. Meskipun ada banyak kesempatan untuk membenci seseorang, tapi lelaki itu
memilih untuk memaafkan.
“Aku bahagia jika kamu telah memaafkan kesalahanku,
aku ingin bicara satu hal lagi.” Ujar perempuan itu lembut, menguatkan perasaan
untuk mengucapkan kalimat selanjutnya.
“Aku masih sayang sama kamu, aku ingin kita….” Tanpa
sempat menyelesaikan kalimatnya, lelaki itu spontan berdiri menatap pemandangan
diluar kafe. Kakinya perlahan meninggalkan tempat duduknya dan melangkah
meninggalkan kafe tersebut.
Perempuan itu mengikuti langkah lelaki itu, ia masih
menyimpan kata-kata yang belum sempat ia ucapkan.
Langkah mereka berdua terhenti di bibir pantai. Lelaki
itu berbalik badan, lalu menatap perempuan itu penuh perasaan. Mereka kini
berdiri berhadapan di bawah cahaya rembulan serta kerlipan sinar bintang di
angkasa malam.
“Kembali? Itu kan yang kamu inginkan. Sempat aku
terpikirkan untuk melakukan hal tersebut, namun sampai sekarang aku tak pernah
mencobanya. Kata itu terlalu menakutkan untukku, mungkin suatu saat luka itu
akan terulang lagi jika aku kembali lagi denganmu. Aku memang memaafkanmu, tapi
cukup sekali saja aku merasakan sakit bersamamu. Tidak untuk kedua kali.”
Dengan tegas lelaki itu memberikan kejujuran.
Perempuan itu semakin terdiam, airmatanya mengalir
kian deras. Tangan kanannya mencoba membungkan kedua bibirnya untuk tidak
berteriak. Ia sudah tidak tahu lagi ingin berbuat apa, rasanya ingin ia memutar
kembali waktu untuk kembali ke tempat ini setahun yang lalu. Berharap itu akan
merubah keadaan.
Melihat mantan kekasihnya menangis, lelaki itu
perlahan mendekatkan tubuhnya lalu mendekapnya erat. Lelaki itu mengusap rambut
perempuan itu yang terurai sembari menenangkan suasana. Dekapan itu kini terasa
berbeda dibandingkan ketika dulu saat mereka bersama. Tak ada lagi cinta yang
tersisa untuk ia berikan lagi kepada perempuan itu, semua terbuang habis
sia-sia di masa lalu.
“Kamu harus tegar, didunia ini masih ada banyak orang
yang lebih baik lagi dariku. Mungkin belum saatnya kamu menemukan, tapi aku
yakin kamu pasti bisa. Mungkin sekarang kamu merasa bahwa aku adalah tempatmu
kembali, tapi entah suatu saat nanti.” Lelaki itu mendekap tubuh perempuan itu
semakin erat, tangisan perempuan itu perlahan mulai berkurang.
Kemudian, dekapan itu ia lepaskan perlahan. Lalu ia
meraih kedua tangan perempuan itu sembari mengucapkan kalimat demi kalimat
dengan segenap perasaannya.
“Dulu ditempat inilah aku menghabiskan masa patah
hatiku. Tak ada satupun harapan, duniaku kosong. Namun seiring berjalannya
waktu, aku bisa bangkit dan berdamai dengan keadaan. Aku tahu, memang nggak
mudah. Dan sampai suatu ketika aku sadar, memang tak ada gunanya lagi aku
kembali bersamamu, karena aku tahu kamu bukan tempatku kembali. Begitupun kamu,
aku bukanlah tempatmu kembali.”
Perempuan itu mengangguk pelan, mengerti dengan
keadaan yang mengungkungnya saat ini. Ia pun mencoba menghentikan tangisannya
sembari menggenggam tangan lelaki itu erat. Ia tahu bahwa ini adalah genggaman
terakhir sekaligus perjumpaan terakhir untuk mereka berdua.
“Sampai jumpa lagi, semoga kamu bahagia.” Lelaki itu
pun mengucapkan kalimat perpisahan, kemudian pergi meninggalkan perempuan itu.
Tak ada lagi yang tersimpan, kini adalah saat bagi mereka berdua melangkah maju
meninggalkan masa lalu.
0 Response to "[Cerpen] Takkan Terulang"
Post a Comment