[Cerpen] Segelas Robusta dan Cinta Lama di Jogja
source: tokopedia,com
Saat ini,
lelaki itu tengah duduk bersama dengan kawan-kawannya di salah satu angkringan
kopi jos yang cukup terkenal itu. Jojga kali ini begitu ramai. Sama seperti
waktu-waktu itu. Suara klakson mobil yang terjebak kemacetan serta deru mesin
pesawat yang baru saja lepas landas turut menambah keramaian malam ini.
Lelaki
itu melihat teman-temannya tertawa keras membicarakan banyak hal dan dia hanya
tersenyum kecil. Ia malah kebanyakan melamun memikirkan dia, mantan kekasihnya.
Memorinya kembali pada tiga tahun yang lalu ketika mereka berdua saling
berdiskusi sambil menikmati secangkir kopi di kala senja.
Saat itu, kopi yang mereka nikmati
terasa sangat hangat dan selalu menyatu dengan perasaan mereka berdua. Ada
banyak hal yang telah mereka perbincangkan melalui secangkir kopi. Tentang
cinta, mimpi, dan rencana-rencana mereka di masa depan.
Hingga suatu ketika, perasaan
mereka berdua perlahan tak selaras. Pandangan keduanya tak lagi searah. Dan mereka
pun sudah tak senyawa. Ia dengan segala kerancuannya dan dia dengan segala
ambiguitasnya.
Waktu itu, mantan kekasihnya
begitu marah dan kecewa dengan lelaki itu, lalu segera berlalu meninggalkan
kedai kopi langganan mereka. Tak lupa juga dia meninggalkan bekas tamparan
sebagai kenang-kenangan terakhir di pipi lelaki itu. Perasaannya kurang lebih
sama dengan mantan kekasihnya. Rasanya dia sudah muak menjalin cerita yang tak
tentu arah bersamanya. Lelaki itu pun memilih pergi tanpa pernah pamit dan
menghilang pelan-pelan dari kehidupan mantan kekasihnya.
Namun, setiap perpisahan
pasti menyisakan penyesalan di belakang. Barangkali, itulah yang dulu lelaki
itu rasakan. Ia mencoba menghubungi dia lagi, tapi dia selalu menghindar. Kabar
terakhir yang kudengar dari teman dekatnya, kini dia telah pindah ke Jogja
untuk melanjutkan studinya – tepatnya di salah satu universitas ternama di
Jogja. Alasan itulah yang membawanya kembali ke kota ini. Untuk menemui dia.
Dulu, Jogja adalah kota
termanis yang menyimpan banyak kenangan mereka berdua. Mereka berangkat bersama
dari kota mereka menuju ke sana dengan kereta api jarak jauh yang harganya cukup
murah waktu itu. Lalu, mereka naik taksi online
yang waktu itu masih baru rame-ramenya. Ah, masa-masa yang indah. Apalagi,
ketika mereka berjalan bersama menyusuri jalanan di Malioboro yang ramai dengan
para pedagang, pengamen, serta para wisatawan.
Lelaki itu tak pernah lupa, momen
ketika mantan kekasihnya bertingkah manja sembari berfoto dengan gayanya yang
gila di spot-spot menawan kota Jogja.
Sampai-sampai, ia tetap menyimpan foto mantan kekasihnya yang absurd itu di dompetnya. Rasanya, ia
enggan untuk membuang foto tersebut.
Meskipun saat ini lelaki itu
tengah merindukannya, ia tidak tahu apakah mantan kekasihnya masih
merindukannya. Ia ragu dengan dirinya sendiri. Bahkan, ia tidak tahu alamatnya,
nomor teleponnya, serta medsosnya yang mana. Terakhir kali, dia memboklirnya
dan jejaknya sempurna sirna dari segala pelacakan lelaki itu. Hanya keyakinan
yang ia bawa saat. Berharap takdir
dengan berbaik hati memberikan sebuah kejaiban dengan mempertemukan ia dengan
mantan kekasihnya.
Lelaki itu percaya bahwa
jejak-jejak kenangan itulah yang akan menuntunnya menuju mantan kekasihnya
berada. Waktunya di sini memang tidak banyak. Hanya satu minggu. Setelah itu, ia
harus kembali lagi ke kotanya karena ada urusan lain.
Lelaki itu pun memutuskan
untuk berjalan-jalan seorang diri setiap sore di Malioboro. Menelisik ke
orang-orang yang ramai lalu lalang dan berharap bahwa mantan kekasihnya ada di
antara mereka. Ia terus berjalan hingga lelah.
Lalu, ia pun berhenti di
salah satu kedai kopi untuk melepas penat.
Katanya, kopi memang teman
terbaik dalam kondisi apapun. Lelaki itu memesan secangkir kopi hitam Robusta
yang terkenal pahit itu. Kemudian, ia duduk di dekat jendela sambil menatap ke
arah luar.
Tak lama, pesanannya pun
datang. Segera diseruput kopi itu pumpung masih hangat sambil terus memikirkan
kenangan mereka. Tetiba, sebuah lagu terputar memenuhi ruangan kafe. Sebuah
lagu dari Kla Project. Lagu itu sempurna sudah membuatnya kian larut dengan
perasaannya yang linglung merindukan mantan kekasihnya.
"Musisi jalanan terus beraksi,
seiring laraku
kehilanganmu.
Merintih sendiri,
ditelan deru kotamu."
Deg. Tanpa sengaja, ia
melihat sebuah sosok melintas di jalanan. Ia pikir, ia tengah berhalusinasi. Nyatanya,
ia salah. Itu benar-benar dia, mantan kekasihnya. Ia sangat hafal gurat wajah
dia dengan persis, apalagi bibirnya yang tipis. Ia tidak mungkin salah. Sontak,
ia langsung beranjak dari tempatnya dan keluar mencari-cari mantan kekasihnya
ke sekeliling. Sayang, dia tak ada. Dalam sekejap, dia telah menghilang
tertelan kerumunan.
Keyakinan lelaki itu kian
bertambah. Takdir memang sangat baik karena akhirnya ia bisa melihat mantan
kekasihnya meski sekilas. Ia pun pulang dan bertekad besok akan kembali lagi
mencarinya di sini.
Baca juga: Cerita Tentang Pelangi Pada Sepasang Mata yang Cantik
****
Nyatanya,
kesempatan itu tidak datang dua kali. Sudah beberapa hari berlalu. Setiap sore
ia gencar mencari dia dengan menyusuri jalanan di Malioboro, tetapi ia tetap
tidak dapat menemukan mantan kekasihnya. Dan hari ini adalah kesempatan
terakhir lelaki itu karena besok pagi ia harus segera pulang ke kotanya berada.
Berbeda
dengan hari kemarin, lelaki itu kini memilih duduk di salah satu tempat yang
agak sepi di sekitar Titik Nol Kilometer Jogja. Ia sengaja membawa sebuah
kamera untuk melepas bosan. Banyak hal yang bisa ia ambil potretnya di sini.
Muda-mudi yang asik berduaan, anak-anak yang bermain ria, seniman jalanan yang
tengah mencipta karya, juga para pedagang kecil yang menjajakan jualannya. Sudah
hampir dua jam ia menunggu di sini, dia tak jua muncul.
Namun, memasuki jam ketiga
dari penantian lelaki itu, takdir pun kembali menunjukkan keajaibannya. Mantan
kekasihnya terlihat berjalan berdua bersama dengan salah satu temannya. Dia
sangat cantik hari ini. Dengan senyuman manis dan berpenampilan kasual seperti
gayanya yang biasa. Lelaki itu tak ingin melewatkan momen langka tersebut. Segera
difoto wajah mantan kekasihnya yang tengah tertawa.
Ah, lelaki
itu sangat bahagia sekali melihat dia saat ini. Momentum yang sudah ia tunggu-tunggu
sejak dari dulu akhirnya datang. Namun, lelaki itu sangat ragu mendekatinya. Ia
ragu apakah dia berkenan bertemu dengannya. Terakhir kali mereka bertemu, hanya
amarah dan kekecewaan yang mendekam di hati masing-masing.
Dia terus berjalan bersama
temannya dan lelaki itu mengikutinya dari belakang tanpa sepengetahuan dia. Lelaki
itu masih mengumpulkan segenap keberanian untuk menemuinya. Hingga pada
akhirnya mantan kekasihnya berhenti di sebuah kafe. Dia duduk di dekat pintu
masuk sehingga lelaki itu bisa melihatnya dengan jelas.
Lelaki itu tidak kehabisan
akal. Ia masih ingin terus memandangnya dari jauh. Akhirnya, lelaki itu memutuskan
untuk ikut ngopi di kedai kopi yang letaknya berseberangan dengan kedai kopi
tempat mantan kekasihnya berada. Dipesannya secangkir kopi Robusta seperti
biasa sambil mengamati mantan kekasihnya dalam-dalam.
Lelaki itu masih menunggu
momentum – momen untuk menemu perempuan yang sangat dirindukannya. Ia tidak
ingin mengganggu mantan kekasihnya yang tengah asik berdiskusi dengan temannya.
Tanpa diduga, temannya pun
pergi. Mungkin temannya sedang memiliki urusan lain, pikir lelaki itu. Mantan
kekasihnya masih duduk sendirian di sana. Wajahnya sepertinya risau memikirkan
sesuatu. Hati lelaki itu kian deg-degan. Mungkin inilah saat yang tepat untuk
menemuinya.
Ia mengatur nafas sejenak lalu
bergegas beranjak dari tempat duduknya. Kemudian, ia melangkahkan kakinya
menuju ke arah mantan kekasihnya.
Entah mengapa, kakinya
terasa berat untuk melangkah. Barangkali, ini karena kegugupannya yang sangat
luar biasa. Ia pun ragu, kata apa yang ingin disampaikannya pertama kali kepada
mantna kekasihnya. Mungkin permintaan maaf atau sekadar kata hai, pikirnya yang
agak ambigu.
Di sisi yang lain, lelaki
itu juga sudah siap menerima kenyataan jika nantinya mantna kekasihnya akan
menamparnya dan mencaci makinya karena dulu telah meninggalkan dia tanpa kata
pamit. Apapun konsekuensinya, lelaki itu sudah siap menerima semua itu.
Sayang, belum sampai
setengah jalan ia melangkah, ada seorang lelaki yang tiba-tiba datang
menghampiri mantan kekasihnya. Kerisauan di wajah mantan kekasihnya yang ia lihat
tadi berubah menjadi senyum dan tawa yang membuncah. Dia menjabat tangan lelaki
itu dengan erat dan lelaki itu mencubit pipi mantan kekasihnya yang ranum kemerahan.
Tepat saat itu, lelaki itu
merasa dunianya berhenti. Hujan pun turun membasahi pipinya. Ia masih mematung
sambil menggenggam kameranya. Hingga akhirnya ia disadarkan oleh suara bentakan
bapak-bapak yang tengah lewat di sampingnya.
Lelaki itu langsung mengusap
pipinya yang tadi sempat basah oleh air mata.
Ia mengatur nafasnya yang
sesak oleh kenyataan lalu segera mengambil alih kesadarannya kembali.
Spontan, lelaki itu terpikirkan
sesuatu. Ia mencari secarik kertas dari dalam tasnya. Ada ha; yang ingin ia sampaikan
kepada mantan kekasihnya. Sialnya, ia tidak menemukan satu kertaspun. Yang ada,
hanyalah sebuah foto lama yang selalu disimpan di dompetnya. Foto yang sempat dia
ambil dulu ketika mantan kekasihnya tengah bertingkah manja di sekitar jalanan
Malioboro.
Lelaki itu menuliskan sebuah
pesan di balik kertas foto itu. Kemudian, ia meminta salah seorang pengamen
jalanan yang lewat di dekatnya untuk mengantarkan foto itu kepada mantan
kekasihnya.
Sontak, mantan kekasihnya
merasa heran ketika melihat foto lama itu. Ingatan perempuan itu mendadak
kembali ke masa lalu. Dia segera keluar mencari-cari keberadaan lelaki itu yang
telah menghilang di antara orang-orang yang lalu lalang.
Namun, perempuan tetap tidak
menemukan lelaki itu karena ia telah meninggalkan tempat itu tepat beberapa
menit yang lalu.
Yang perempuan itu temukan
hanyalah sebuah foto lama dengan pesan yang tertulis di baliknya,
“Selamat, ya. Semoga kamu bahagia dengan kehidupanmu
yang sekarang. Salam dari aku yang dulu pernah menyayangimu.”
Kunil's Coffe, Malang 11 Juli 2019
0 Response to "[Cerpen] Segelas Robusta dan Cinta Lama di Jogja"
Post a Comment