[Cerpen] Mawar Mini Merah Muda
source pic form iqbal.my.id
Kali
ini, Röschen begitu terpukul karena dia kehilangan sahabat yang telah berjuang bersamanya melawan kanker selama ini. Sudah hampir lima tahun ini, Röschen
menderita kanker serviks dan hanya temannya itulah yang selalu memberi support kepada dia sehingga dia tetap survive menjalani kehidupan.
Usia Röschen memang masih
muda, tetapi takdir seringkali enggan berkompromi dengan umur. Di usianya yang
masih belia itu, dia sudah divonis mengidap kanker yang berpotensi mengancam
kehidupannya. Ia dulu memang sempat berpikir untuk bunuh diri saja dengan
menegak segelas wine sambil memutus
urat nadinya dengan sebilah cutter.
Untung saja, dia dipertemukan dengan pengidap kanker lain yang kini menjadi
sahabatnya itu. Dialah yang memberi perspektif baru kepada Röschen tentang
hidup bersama kanker. Mereka pun akhirnya menjalin persahabatan.
Sayangnya, sahabat yang
disayanginya kini telah berpulang terlebih dahulu. Hal itu sama saja seperti
kehilangan seluruh harapan yang selama ini telah susah payah dia kumpulkan. Ia
bahkan berpikir, andai saja dia yang meninggal terlebih dahulu, pasti dia tidak
akan sedepresi ini.
Röschen
menumpahkan perasaan kehilangan yang teramat dalam akan kematian sahabatnya
melalui tulisan di blog pribadinya. Melalui blog itulah, ia dapat berbagi
kesedihan serta cerita tentang perjuangannya melawan kanker. Tentang betapa
pahitnya kehidupan yang dia jalani. Setiap hari, dia harus berkutat dengan
obat-obat yang dapat meredakan rasa sakitnya. Selain itu, ia pun juga rutin
mengunjungi dokter spesialis kanker untuk menjalani terapi. Ah, dia kadang
bosan dengan semua itu karena nyatanya dia tak kunjung sembuh.
Tulisan
di blognya yang berjudul “Ich hab’ meine
Freundin verloren[1]”
berhasil menarik simpati para pembaca yang rata-rata juga penderita kanker
seperti dia. Tulisan itu memang
sederhana, tetapi di dalamnya terdapat harapan serta kesedihan yang dia rasakan
selama ini. Melalui kolom komentar, mereka semua serentak memberikan dukungan
kepada Röschen agar tetap semangat menjalani kehidupan.
Di antara komentar-komentar
itu, ada salah satu pembaca yang menawarkan sebuah ide menarik untuk membuat
sebuah komunitas online sebagai
tempat sharing bagi penderita kanker.
Röschen menyambut hangat ide tersebut. Ia pun membuat sebuah grup di Facebook
dan mempersilahkan siapapun yang ingin bergabung ke dalam grup tersebut.
Tidak lama setelah grup itu
dibuat, banyak orang yang meminta untuk bergabung. Mereka sangat antusias
karena mereka akhirnya memiliki tempat untuk sharing dan berkeluh kesah serta saling men-support satu sama lain.
Harapan hidup Röschen
menyala kembali dengan adanya grup tersebut. Ia merasa tidak sendirian lagi. Röschen
baru menyadari bahwa komunikasi dan pemahaman antar sesama penderita kanker itu
penting. Paling tidak, hal itu akan mengurangi tingkat depresi mereka. Ia juga
baru mengerti bahwa Tuhan selama ini menyayanginya. Dulu, dia sempat berpikir
bahwa Tuhan tidak adil dan telah mati. Namun, dia ternyata masih diberi
kesempatan hidup dan bertemu orang-orang baik yang mampu mengerti rasa
sakitnya.
Hampir setiap hari mereka
aktif berdiskusi di grup Facebook. Röschen kemudian membuat sebuah inisiatif
setelah beberapa minggu berlalu. Ia ingin mengadakan gathering dengan para anggota grup tersebut. Ia berpikir, pertemuan
itu dapat membuat pertemanan mereka semakin dekat.
Salah satu anggota grup itu
menawarkan rumah bekasnya yang terletak di dekat katedral Dresden sebagai
tempat berkumpul. Rumah itu cukup sejuk dan juga memiliki luas yang cukup untuk
mereka. Selain itu, rumah itu juga dekat dengan pusat kota dan pusat
perbelanjaan sehingga akses serta akomodasi lain-lain cukup mudah bagi mereka. Semua
akhirnya sepakat dan mereka memilih Sabtu sore sebagai waktu kumpul mereka
semua.
Pada pertemuan pertama,
mereka saling berkenalan satu sama lain. Kemudian, mereka membersihkan rumah
tersebut karena kondisi rumah itu cukup kotor karena memang sudah lama tidak
dihuni manusia. Sarang laba-laba juga terlihat menggantung di atap-atap rumah tersebut.
Teras rumah itu pun juga dipenuhi dedaunan kering yang gugur berserakan.
Baca juga: Cerpen - Pria yang Menangisi Semangkuk Mie Instan
Setelah seluruh ruangan
rumah itu bersih, mereka pun duduk bersama beralaskan lantai sembari
membicarakan agenda mereka ke depan dengan ditemani cemilan-cemilan ringan,
seperti cakes khas Jerman.
“Kira-kira, apakah nama yang
bagus untuk komunitas ini?” tanya salah satu anggota.
Semua diam sebentar dan
memikirkan nama yang sekiranya tepat untuk komunitas mereka. Mereka pun saling
melontarkan ide dan menawarkan nama-nama yang menarik. Suasana di sana mendadak
agak ricuh dan tidak terkendali. Melihat hal itu, Röschen menjadi penengah dan
menawarkan sebuah nama yang menurutnya bagus.
“Gott Liebt Uns[2].
Bagaimana menurut kalian?” ujarnya antusias kepada anggota yang lain. Ia pun
menjelaskan filosofi dari nama tersebut. Selama ini, ia merasa Tuhan begitu
baik dan sangat menyayangi mereka semua. Buktinya, sampai saat ini mereka masih
diberi kesempatan untuk tersenyum dan tertawa bersama. Meski ada sedikit
pertentangan kecil, mereka pun akhirnya mencapai mufakat. Banyak yang setuju
dengan nama yang diusulkan oleh Röschen.
Röschen kemudian mengusulkan
beberapa agenda yang ingin dia lakukan di komunitas tersebut, seperti seminar
motivasi, masak-masak bersama, serta workshop
tentang blog dan fotografi. Ada juga usulan dari anggota lain yang menarik bagi
Röschen, yaitu aksi pengumpulan donasi untuk penderita kanker, khususnya penderita
dari negara-negara lain yang lebih membutuhkan bantuan.
Selain itu, mereka juga
membuat daftar perlengkapan yang sekiranya diperlukan untuk mendukung agenda
tersebut. Mereka butuh kursi yang cukup banyak dan peralatan lain, seperti
meja, proyektor, televisi, dsb. Anggota yang lain juga mengusulkan untuk
membuat spanduk bertuliskan nama komunitas itu untuk dipajang di dinding
ruangan. Lalu, ada juga yang mengusulkan untuk membuat surat perijinan ke
pemerintah kota setempat agar kegiatan mereka tidak dicap ilegal. Kebetulan ada
salah satu anggota yang pernah bersinggungan dengan birokrasi pemerintahan
sehingga hal itu bukan menjadi masalah.
Semakin hari, kebahagiaan
Röschen kian membuncah. Agenda-agenda yang selama ini ia rencanakan dapat
berjalan dengan baik. Senyum dan tawa dari teman-teman di komunitas tersebut
membuatnya lupa akan kanker yang kini dideritanya. Sayangnya, kebahagiaan itu
tidak lama. Kanker yang sempat menjinak itu kini kambuh lagi, bahkan lebih
beringas hingga membuat Röschen kesakitan. Dia sempat drop dan koma selama 24 jam hingga akhirnya ia dibawa ke rumah
sakit yang menanganinya selama ini.
Berdasarkan diagnosa dari
dokter, Röschen mungkin terlalu kelelahan hingga suka absen minum obat.
Barangkali, kesibukannya di komunitas Gott
Liebt Uns memang membuat dia mampu berbagi kebahagiaan dengan orang lain.
Namun, kebahagiaan itu malah membuatnya lupa akan kesehatannya sendiri.
Selama berbaring di rumah
sakit, Röschen jadi teringat kembali dengan sahabatnya yang berpulang lebih dulu.
Ia merasa bahwa perjalanannya akan segera berakhir. Memang, firasat itu benar.
Röschen akhirnya harus berpulang setelah seminggu dirawat di rumah sakit. Perjuangannya
telah berhenti. Meskipun dia tidak bisa mengalahkan penyakitnya, paling tidak
dia sudah berjuang sebisanya.
Kabar duka itu akhirnya
terdengar ke seluruh anggota komunitas. Mereka semua datang ke pemakaman Röschen
dengan hati yang terpukul. Masing-masing, membawa sebuket bunga mawar merah
muda dan menaruhnya di dekat pusara Röschen. Mawar merah muda itu mereka
persembahan untuk Röschen sebagai bentuk penghormatan terakhir mereka.
Mawar-mawar itu menyeruakkan aroma harum khas di pemakaman terebut. Röschen[3] itulah
yang selama ini menginspirasi mereka dan membangkitkan semangat hidup mereka.
Sebelum pulang, Röschen pun
juga menyempatkan diri untuk menulis pesan terakhir kepada para anggota
komunitas melalui blog pribadinya agar mereka tetap survive dan terus berjuang melawan kanker. Mungkin, dia saat ini
kalah, tetapi dia percaya bahwa teman-temannya pasti sanggup menjadi pemenang.
Ia juga menaruh harapan agar Gott Liebt
Uns dapat merangkul orang-orang di luar sana yang saat ini membutuhkan
dukungan.
Pasca kematian Röschen,
komunitas tersebut kian berkembang hingga ke luar kota. Para anggota komunitas
pun rutin membagikan bunga mawar merah muda kepada orang-orang di seluruh kota setiap
tahun untuk mengenang jasa-jasa Röschen.
Catatan penulis:
Cerita ini merupakan fiksi dan menjadi Top 100 dalam lomba cerpen Kreatory.co dan terinspirasi dari salah satu artikel seorang blogger dari Jerman yang merupakan pejuang kanker.
[1] Aku telah kehilangan temanku
[2] Tuhan Menyayangi Kita
[3] Dalam bahasa Jerman, Röschen berarti
mawar merah muda yang masih baru mekar.
0 Response to "[Cerpen] Mawar Mini Merah Muda"
Post a Comment