[Cerpen] Doa dan Harapan Seorang Ibu yang Berjuang Melawan Kanker
ilustrasi from pixabay.com
Nuansa kamar itu
terasa tegang. Hari tengah malam dan ibu mulai menjerit kesakitan. Aku
terbangun ketika ayah dan kakakku panik tak keruan melihat kondisi ibu yang
sangat memprihatinkan. Sejak tadi, ibu terus memegangi perutnya. Wajah ibu
terlihat sangat pucat. Aku dan kakakku berada di samping ibuku untuk menguatkan
ibuku. Sementara itu, ayahku tengah mempersiapkan mobil di garasi yang akan
digunakan untuk mengantar ibu ke rumah sakit.
“Adim,
bantu bapak,” kata bapak panik kepada kakakku yang sudah beranjak remaja.
Badannya cukup kuat untuk membopong tubuh ibu yang lunglai dan tak berdaya.
Sementara aku? Dengan langkah gontai, aku mengikuti kakak dan bapakku di
belakang.
Selama
di perjalanan, kami bertiga tak henti-hentinya mencemaskan keadaan ibu. Aku khawatir
dan tidak bisa membayangkan jika hari itu adalah hari terakhir aku bersama ibu.
Itu memang bukan yang pertama kali. Semenjak ibu divonis mengidap penyakit
kanker rahim, ibu sering merasakan kesakitan. Namun, tengah malam itu adalah
yang paling parah. Obat yang diberikan oleh dokter tidak mampu meredakan rasa
sakit ibu.
Kami
akhirnya sampai di rumah sakit setelah mengebut di jalanan. Sesampainya di
sana, ibu langsung dirawat di ruang ICU dan diberikan perawatan intensif oleh
dokter dan segenap tim medis khusus.
Aku
dan kakakku menunggu di luar, sedangkan bapak berlari pontang-panting mengurus
administrasi rumah sakit sambil mengkhawatirkan keadaan ibu.
Hari
itu, ibu masih diberikan waktu oleh Tuhan. Ibu mampu melewati detik-detik
kritis itu.
***
Aku
tahu, bapak ialah lelaki yang sangat kuat. Namun, bapak seringkali terlihat
merenung sendirian di ruang tamu. Aku tidak bisa membayangkan, berapa banyak
biaya yang sudah dikeluarkan oleh bapak untuk membiayai pengobatan ibu.
Bapak
merupakan salah satu pengusaha material bangunan yang terbilang sukses dengan
omzet jutaan per hari di kota kami. Akan tetapi, biaya pengobatan ibu bisa
dikatakan sangat mahal untuk keluarga kami waktu itu. Apalagi, penyakit kanker
pada tahun itu masih sangat langka ditemui. Namun, Bapak tidak menyerah. Bapak
rela mengeluarkan berapa pun asalkan ibu sembuh.
Aku
mengakui bapak memang orang yang kuat, tapi kekuatan ibu mungkin berkali-kali
lipat dari bapak. Bayangkan saja! Ibu sudah berjuang melawan kanker tersebut
selama kurang lebih sepuluh tahun. Ibu tidak pernah menyerah, meski hidup
terkadang memaksanya untuk menekuk kedua lututnya dan mendesaknya untuk
mengangkat tangan pertanda perjuangannya selesai. Ibu tidak sudi melakukan hal
itu. Harapannya untuk melihat anak-anaknya bisa tumbuh dewasa dan menjadi pria
yang hebat adalah sumber kekuatan ibu yang membuatnya mampu bertahan.
Dulu,
ibu pertama kali merasakan gejala sakit ketika mengandungku. Dokter sempat
menduga bahwa akulah yang menjadi sumber utama penyakit ibu. Waktu itu, dokter
juga sempat menyarankan agar ibu menggugurkan kandungannya demi kesehatan ibu
sendiri. Namun, ibu tetap kekeh untuk mempertahankan aku. Hingga akhirnya, aku
pun lahir dengan keadaan sehat wal afiat dan ternyata dugaan dokter waktu itu
salah. Bukan aku yang menjadi sumber penderitaan ibu, ia malah tersenyum
bahagia ketika ia mendengar suara tangisku saat pertama kali hadir ke dunia
ini. Setelah didiagnosis ulang, semua baru mengetahui bahwa rasa sakit itu
datang dari sel kanker yang ada di rahim ibu.
Ibu
selalu percaya bahwa selalu ada hikmah di balik setiap musibah dan penderitaan.
Tuhan selalu punya cara yang ajaib untuk meningkatkan derajat hamba-Nya. Selama
ibu berjuang dengan sisa-sisa kekuatannya yang masih ada, pasti ada keajaiban
di depan.
Aneh,
tetapi semangat ibulah yang membuat aku dan kakakku juga ikut semangat
menjalani hidup tanpa gentar.
***
Semangat
ibu akhirnya kembali menyala. Seperti sebuah keajaiban, Tuhan mendatangkan
seseorang yang tahu ilmu pengobatan herbal dan terapi untuk para penderita
kanker. Kejadian itu merupakan sebuah takdir yang menyamar sebagai sebuah
kebetulan. Ceritanya, ibu tiba-tiba kedatangan tamu tak dikenal, seorang pria
paruh baya. Pria itu ingin meminjam pompa sepeda motor di rumah ibu, berhubung
ban belakang motornya kempes.
Lalu,
terjadilah percakapan di antara ibu dan pria paruh baya itu. Pria itu merupakan
seorang perantau yang kebetulan sedang ada urusan di kota kami. Ibu orang yang
sangat ramah sehingga banyak orang yang gampang akrab dengan ibu. Perbincangan
pun akhirnya sampai pada penyakit kanker yang selama ini dideritanya. Tanpa ibu
duga, pria itu ternyata pernah mengobati pasien penderita kanker. Meskipun pria
itu tidak menjamin seratus persen kesembuhan ibu, paling tidak pria itu punya
niat yang baik untuk membantu ibu.
Ibu
pun langsung berbicara dengan bapak tentang pengobatan yang ditawarkan pria
tersebut. Bapak setuju dan langsung menghubungi pria tersebut untuk mengatur
jadwal terapi.
Setelah
mengatur janji, bapak dan ibu datang ke kontrakan pria itu sesuai jadwal yang
mereka sepkati. Pria itu tinggal di sebuah kontrakan yang tak terlalu besar.
Kontrakan itu terlihat sederhana, tetapi cukup nyaman untuk ditempati.
Lagipula, pria itu hanya tinggal sendirian di kota kami.
Pengobatan
ibu pun akhirnya dimulai. Terapi itu merupakan terapi akupuntur khas Tiongkok.
Pria itu juga membuatkan ramuan herbal khas pengobatan Tiongkok untuk
membersihkan sel-sel kanker yang ada di tubuh ibu.
Aku
sendiri tidak terlalu paham bagaimana terapi tersebut dilakukan. Namun, keadaan
ibu berangsur-angsur membaik setelah beberapa kali melakukan terapi itu. Ibu
rutin melakukan terapi dan tidak pernah absen minum obat selama setahun penuh.
Alhamdulillah, sel-sel kanker yang ada di
tubuh ibu dinyatakan menghilang ketika diperiksa oleh dokter. Meskipun
demikian, ibu tetap rutin mengonsumsi ramuan herbal tersebut agar sel-sel
kanker itu tidak tumbuh lagi. Di samping itu, ibu juga tidak boleh kelelahan
dan stress berlebihan karena keadaan
itu akan menjadi pemicu tumbuhnya sel kanker baru.
Selang
beberapa waktu, pria yang sudah menolong ibu itu pun akhirnya pindah ke luar
pulau karena urusannya di kota kami sudah selesai. Keluarga kami, khususnya
ibu, tidak henti-hentinya mengucapkan terima kasih atas bantuan besar yang
sudah dia berikan selama ini. Tanpa ijin Tuhan dan bantuan pria itu, mungkin
ibu tidak bisa sembuh dan sehat seperti saat ini.
Sekarang,
aku tumbuh menjadi pria dewasa yang sudah mapan. Kakakku bahkan sudah menikah
dan membina rumah tangga bersama keluarga kecilnya. Tuhan memang sangat baik
karena telah mengabulkan doa dan harapan ibu selama ini. Mungkin, hal itu juga
merupakan buah kesabaran ibu selama diuji oleh Tuhan selama ini.
Dari
kisah ibu itulah, aku belajar tentang kedewasaan untuk menghormati seorang
perempuan dan tidak akan pernah menyakiti seorang perempuan. Karena peran
ibulah, aku bisa menjadi pria yang bijak dalam menjalani kehidupan.
Malang,
06 Oktober 2019
Cerita ini terinspirasi dari teman kuliah saya
yang sering dipanggil dengan sebutan Om.
0 Response to "[Cerpen] Doa dan Harapan Seorang Ibu yang Berjuang Melawan Kanker"
Post a Comment