Layang-Layang yang Jatuh pada Cakrawala Waktu


source: gueyudhipratama.wordpress.com

“Kita sepatutnya merenung pada sepasang jarum jam di dinding itu. Aku tahu bahwa sesungguhnya kita tidak kemana-mana. Kita selalu kembali ke tempat yang sama, memutar siklus yang tidak berujung” kataku dalam sebuah perenungan tentangmu.

Kau tahu, hadirmu kemarin sempat mengobrak-abrik duniaku kembali. Dunia yang sudah kutata secara sistematis mendadak terguncang. Karena sejatinya kupikir, kau tidak akan pernah kembali lagi.

“Bagaimana kabarmu, Layang-Layang?” kataku selalu dalam hati setiap kali rindu tentangmu kembali jatuh di relung hatiku. Karena terkadang keajaiban-keajaiban kecilmu mampu membawaku kembali.

Kau tahu mengapa aku memanggilmu Layang-Layang?

Sederhana saja, dari mengenalmu aku tahu kau adalah perempuan dengan pemikiran yang bebas serta impian yang luas, tetapi kau terikat oleh sesuatu yang tidak aku mengerti. Ibarat seperti layang-layang yang mengudara di langit lepas. Kau adalah layang-layang cantikku yang sempat menguasai langit-langit mimpi dalam hidupku. Aku selalu mengagumimu yang anggun terbang di atas langit kala fajar atau ketika langit tengah memasuki kala senja yang memerah.

Aku tahu, mengagumi perempuan sepertimu adalah hal yang sulit. Kau dan keanehanmu kadang membuatku ragu serta ambigu. Serius. Segala tentangmu itu selalu ambigu bagiku. Kau perempuan yang sangat sulit untuk ditebak dan dimengerti, bahkan dengan segala probabilitas yang kuteorikan dengan nalarku.

Kau mungkin sudah lupa, tapi aku masih ingat perkenalan singkat kita pada Juni tempo lalu. Kau tahu, aku seperti bertemu malaikat yang baru turun dari langit pada waktu. Bedanya, kau tak punya sayap untuk terbang.

Dan dari sekian malaikat-malaikat yang pernah membuatku terpukau, kau adalah yang termanis. Senyumanmu pada waktu itu membuatku linglung dan mendadak goblok seketika. Bagimu mungkin biasa, tapi bagiku senyumanmu adalah candu.

Namun, bagiku jatuh cinta kepadamu adalah hal yang menyulitkan. Alasanku sederhana, karena aku masih takut terjatuh pada lingkaran yang sama. Kala itu, aku masih terpaku pada sepasang jari lentik yang anggun menari di sebuah pentas. Lara yang pernah dititipkan olehnya pada waktu itu masih cukup membuatku enggan membuka hati untuk orang lain. Layang-layang, kau dan keajaiban kecilmu ternyata mampu merubah segala hal. Kau usir segala sepiku waktu itu. Kau hapus laraku dan kau penuhi hidupku dengan mimpi-mimpi baru.

“Aku mencintaimu,” kataku lirih yang dengan cepat kutepis. Kata “mencintaimu” rasanya terlalu cepat pada perkenalan kita yang terlalu singkat.

Sayangnya, semakin lama kutepis aku pun tersadar bahwa sungguh tidak akan mungkin aku memunafiki perasaanku sendiri. Aku sungguh benar-benar mencintaimu dan waktu telah menunjukkan hal itu kepadaku.

Kau bukan hanya sekadar teman atau sahabat. Hatiku berkata lebih untukmu. Kau adalah perempuan istimewa dari serentetan perempuan yang pernah hadir dalam perjalananku. Tetapi tetap saja, kau itu ambigu. Aku tidak pernah benar-benar mengerti tentangmu, Layang-Layang.

Kau terkadang datang dan pergi sesuka hatimu. Membuatku resah dan kadang takut kalau kau memang tak benar-benar mengharapkanku. Aku tahu aku bukanlah lelaki yang sempurna. Namun aku selalu mencoba menjadi yang terbaik bagimu.

Sayangnya, aku terlambar mengenalmu. Kadang aku berangan-angan andaikata aku mengenalmu lebih cepat. Kita harus menempuh pendidikan di kota yang berbeda. Karena itu, tak banyak waktu yang dapat kulakukan untuk menemuimu. Walaupun waktu itu ada, aku tetap saja takut karena aku bukan siapa-siapa bagimu.

Jarak memang membuat semuanya berbeda. Aku kadang resah memikirkanmu yang jauh di sana. Berpikir bahwa kau mungkin telah menemukan seseorang yang lebih baik untukmu. Seseorang yang mampu memberikanmu kenyamanan dan selalu ada untukmu setiap waktu.

Baca juga: Lengkung

Dan pada suatu ketika kau mempekenalkan dia kepadaku. Kau tahu, bagimu mungkin biasa. Namun bagiku tidak. Perasaanku setengah terluka ketika kau bercerita tentang dia kepadaku. Kadang karena hal itu, aku berhenti pada sebuah kesimpulan kalau kau benar-benar tidak mengharapkanku.

Aku pun perlahan menjauh darimu. Mencoba untuk tidak lagi berhubungan denganmu. Meskipun pada hari-hari pertama itu sulit, tetapi aku tetap harus mencobanya. Namun, kau datang lagi. Menanyakan kabarku yang tentu saja tidak baik. Kau terus saja mengusikku dengan cerita-cerita keseharianmu. Kau membuatku rindu dan sakit pada satu waktu. Dan kau tidak pernah menyadari hal itu.

Kau mungkin biasa mengunggah foto dengan kawan-kawanmu. Sukar untuk kuakui, tapi hal itu sedikit menyakitiku terutama ketika ada dia pada foto itu. Jujur, sebisa mungkin aku mencoba menjaga perasaanmu karena kau adalah perempuan istimewa bagiku. Sayangnya, hal itu percuma. Kau tidak pernah peka dengan keadaanku.

Kau mungkin tidak pernah tahu bagaimana rasanya dikecewakan di masa lalu. Aku berpikir kau itu terlalu polos masalah perasaan. Aku sangat tidak menyukai caramu. Kau memberikanku harapan dan kau menghempaskan harapan itu cuma-cuma. Kau kadang membuatku bingung antara melepas atau bertahan. Dan aku terkadang muak dengan semua itu, Layang-Layang.


Baca juga: Mengulik Kisah Cinta Mas Pur dan Novita yang Tengah Viral

Dan pada akhirnya, aku memilih untuk melepasmu dengan terpaksa. Aku sudah tidak mungkin mengharapkanmu pada waktu itu yang terlalu ambigu. Aku lebih baik menyendiri dan keluar dari jeratan cinta yang menyakitkanku. Aku tahu itu tidak mudah karena bayanganmu masih selalu hadir dalam kehidupanku. Aku sempat pesimis jika aku tidak bisa menemukan penggantimu.

Lalu, aku ingat pada si Putri Malu. Ia adalah perempuan dengan tawa sederhana yang malu-malu. Aku suka pada sepasang mata mungilnya yang menawarkan keteduhan. Dia yang sampai saat ini masih tetap menjadi inspirasiku setelah kau pergi, Layang-Layang. Mungkin sesekali aku perlu memperkenalkanmu dengan dia.

Satu hal yang tidak pernah kusangka adalah kau kembali lagi setelah setahun tak berkabar. Memang aku yang pertama pergi, tapi tetap saja kupikir kau telah melupakanku. Aku tidak tahu alasanmu kembali kepadaku. Tapi jujur saja aku senang kau telah kembali. Meskipun keadaan sudah tidak seperti yang dulu.

Aku merasa kadang kau bukan lagi menjadi bagian terpenting dalam hidupku. Kata hatiku mengatakan bahwa Putri Malu adalah perempuan yang harus kupertahankan. Aku sudah memasuki kehidupannya dan aku juga menaruh harapan kepada dia. Dan mungkin saja, kisah kita memang telah berakhir, Layang-Layang. Atau mungkin juga kau menawarkan kisah baru untukku.

Barangkali, kisah kita akan berbeda dengan yang dahulu jika kita mau mencoba. Kita keluar dari lingkaran itu dan memberontak yang kemudian menjelma menjadi sepasang kupu-kupu liar yang berterbangan kesana-kemari. Sayangnya, aku pesimis. Kau masih saja seperti yang dulu.

Namun, bagiku kau tetaplah Layang-Layang yang pernah jatuh dan tenggelam dalam arus waktu. Aku yang pernah mencintaimu, kini sudah berada di arus waktu yang berbeda. Kau tetaplah kisah lamaku. Dan aku telah memulai kisah dengan orang-orang yang baru.

Akhir kata, kopiku kini sudah habis dan dingin. Kalau katamu kemarin kopiku kurang pahit, kau salah besar. Meskipun kopi ini kucampuri gula, tetap saja pahitnya atas kisah lalu denganmu itu masih membekas di benakku. Dan satu lagi yang membuatku lelah denganmu adalah aku lelah menjadi tempat pelampiasan sesaatmu. Aku hanya berharap semoga kau bisa menemukan kesimpulan yang lebih baik dariku, Layang-Layang.

Sebuah curahan hati untuk seseorang yang tidak pernah benar-benar bisa kumengerti
Tulungagung, 28/05/2018




Previous Post Next Post

Contact Form